Monday, June 18, 2007

Bete' ??? Nulis aja...!!!

"Aku bersyukur, karena Tuhan masih menganugerahiku jari-jemari yang sempurna"
Itulah, kata-kata yang sempat terlontar dari mulutku Kamis kemarin...

Saat itu, rasa sedih, jenuh jengkel, kecewa, bercampu aduk, tak karuan rasanya...
Ingin menangis,tak bisa..
Ingin teriak, tapi tak sanggup..
Ingin curhat, tapi tak seorang pun ada di sampingku...
Dan akhirnya kuputuskan tuk menulis...
Segera kuambil selembar kertas putih dan pena yang ada di atas meja belajarku...
Kata demi kata terangkai menjadi kalimat...
Kalimat demi kalimat pun akhirnya menjadi sebuah paragraf..
Lega rasanya...!!! Seluruh unek-unek dalam hatiku, rasanya tertumpah di atas lembaran putih yang ada di hadapanku itu...

Segera setelah menulis, aku pun membaca tulisan itu berulang-ulang hingga aku puas...
Tak lama kemudian, aku tersadar akan sesuatu hal..
Ternyata selama ini, hanya jari-jemariku yang senantiasa setia menemaniku setiap saat.. Ntah itu sedih, senang, kecewa, cemburu, ataupun kesal...
Jari-jemari ini yang selalu siap memegang pena, menekan keyboard komputer, ataupun memencet tombol HP...
Dengan jari-jemariku, aku bisa menulis....
Dengan menulis, aku bisa lebih memahami diriku....
Dengan menulis, aku bisa lebih menyelami kesedihan, kegembiraan, atau kekesalan yang mungkin kurasakan....
Dengan menulis, aku bisa lebih mengetahui apa harapan-harapanku, mimpi-mimpiku....
Dengan menulis, aku memperoleh solusi atas masalah-masalahku...
Dengan menulis, aku bisa mewujudkan inginku dalam dunia maya...
Rasanya...Dengan menulis, kuperoleh segalnya....!!!!
Tuhan...
Kuingin berterima kasih...
Karena Engkau telah menganugerahiku jari-jemari yang senantiasa menuntunku untuk menulis !!!

Wednesday, June 6, 2007

Tauhid ??? Masyarakat Madani ???

MEMBUMIKAN NILAI-NILAI KETAUHIDAN
DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN MENUJU MASYARAKAT MADANI


Pengantar
” Sesungguhnya yang termasuk jihad besar ialah berkata benar kepada penguasa yang zalim ”. Perkataan Rasulullah SAW tersebut patut untuk kita dalami bersama. Jika ada yang bertanya, buat apa mendalaminya ?? Maka jawabnya, sekarang mari kita lihat kondisi negara kita saat ini. Tak perlu jauh-jauh untuk membicarakan kedaulatan bahkan hubungan luar negeri Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia, cukup kita amati sistem sosial yang ada di negeri tercinta ini.
Apakah jalannya sistem sosial dalam negeri ini sudah sesuai dengan impian semua rakyat ? Tidakkah kita melihat ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan sosial ? Sudah terciptakah keadilan sosial seperti yang disebutkan dalam landasan idiil negara kita ? Apakah si penanggung jawab atas semua ini sudah menjalankan dengan baik amanah yang diberikan padanya ? Saya yakin, kita semua sepakat untuk berseru TIDAK !!!
Jika TIDAK, apa yang harus kita lakukan sebagai orang berilmu yang mengetahui adanya kesalahan sistem sosial di negara kita ini. Haruskah kita berdiam diri ??? Tak adakah sumbangan pemikiran sebagai solusi atas permasalah ini ??? Tentu saja kita ingin melakukan jihad besar. Bagaimana caranya ??? Selanjutnya akan dibahas tentang pendekatan nilai-nilai ketauhidan dalam kehidupan sosial .
Nah..... Mari gelisah bersama sebagai wujud adanya perhatian kita terhadap masalah ini !!!! Dengan gelisahlah maka spirit untuk melangkah akan terwujud.

Sekilas Kondisi Bangsa Saat Ini
Di bidang ekonomi, misalnya, sejak krisis ekonomi tahun 1998 yang puncaknya ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto, lalu diikuti dengan naiknya Habibie sebagai presiden, yang kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid, lantas Megawati, hingga SBY saat ini, praktis kehidupan masyarakat di negeri ini tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan, boleh dikatakan, kondisinya semakin memburuk. Jika BBM dijadikan patokan paling sederhana, kita melihat Pemerintah, dari berbagai rezim tersebut, ternyata tidak berdaya walau hanya sekadar membuat harga BBM bagi rakyat menjadi murah. Kita melihat harga BBM bukan semakin murah, tetapi semakin mahal dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1998, pada era Habibie, 1 Oktober 1998 mulai dijalankan kesepakatan Indonesia dengan IMF tentang penghapusan subsidi berbagai barang kebutuhan pokok, di antaranya BBM, yang dilakukan secara berkala tanpa batas waktu. Pada era Abdurrahman Wahid (2000) BBM naik: bensin naik 15%, minyak tanah naik 25%. Masih pada era Wahid (2001), BBM naik lagi: bensin naik 26%, minyak tanah naik 14,3%. Kemudian pada era Megawati (2002), BBM naik lagi: bensin naik 7%, minyak tanah naik 50%. Lima bulan kemudian, bensin naik lagi sebesar 9,4%. Masih pada era Megawati (2003), BBM naik lagi: bensin naik 16,7%, minyak tanah naik 3,4%. Terakhir, pada masa SBY, BBM naik lagi: bensin naik 32,6%. Beberapa bulan kemudian, BBM naik lagi dengan prosentase yang lebih besar: bensin naik 87,5%, minyak tanah 185,7%. (Kompas, 2/5/2006). Meskipun ditemukan cadangan minyak di Blok Cepu (yang diyakini merupakan cadangan minyak terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia), yang berarti cadangan minyak melimpah, harga BBM tampaknya tidak akan pernah turun.Sebab, Blok Cepu sendiri pengelolaannya sudah diserahkan ke perusahaan asing, yakni ExxonMobile. Pemerintah sendiri, dalam hal ini Pertamina, hanya kebagian 45% keuntungan dari penambangan minyak di Blok Cepu itu.
BBM naik terus-menerus mungkin tidak terlalu menjadi masalah jika diikuti oleh daya beli masyarakat yang juga terus-menerus meningkat. Masalahnya, di tengah kenaikan harga BBM berkali-kali, daya beli masyarakat justru semakin menurun. Sudah banyak fakta, banyak masyarakat yang sekadar untuk membeli minyak tanah pun sudah tak mampu lagi. Jumlah orang miskin makin bertambah. Kasus gizi buruk dan kelaparan makin meningkat. Kenaikan harga BBM, yang katanya tidak memberatkan rakyat,ternyata 'berhasil' menambah jumlah orang miskin. Dengan kenaikan harga BBM bulan Maret 2005 saja, jumlah orang miskin telah bertambah sekitar 15% menjadi 65 juta orang. Angka pengangguran pun makin melambung; hingga saat ini mencapai lebih dari 40 juta orang.
Itu baru dalam bidang ekonomi. Belum lagi jika kita
membincangkan masalah keterpurukan Indonesia di bidang pendidikan, hukum, pelayanan sosial, kesehatan, moral, tingkat keamanan, dll. Karena itu, meski setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan, berbicara tentang kebangkitan tampaknya masih menjadi sesuatu yang 'mewah' bagi kita. "Indonesia Bangkit" tampaknya masih sebatas angan-angan dan mimpi. Sebab, jangankan berbicara tentang kebangkitan, sebagaimana bangsa-bangsa Barat saat ini yang mengalami berbagai kemajuan dan kemakmuran, untuk sekadar hidup layak saja kebanyakan masyarakat kita masih banyak yang kesulitan.
Jika memang Indonesia saat ini sudah dianggap final dan ideal: mengapa kehidupan rakyat Indonesia masih terpuruk; mengapa konflik (antaragama,
antarsuku, antar para pendukung calon kepala daerah dalam Pilkada, antara buruh dan majikan, dll) di tengah-tengah masyarakat masih sering terjadi; mengapa bumi Indonesia yang kaya-raya rakyatnya bergelimang dalam kemiskinan; mengapa masih banyak rakyat yang sulit mengecap pendidikan hatta sekadar pendidikan dasar; mengapa korupsi masih merajalela; mengapa kerusakan moral makin tak terbendung;
mengapa berbagai kasus perzinaan, pelacuran, dan pemerkosaan makin menjamur; mengapa tingkat kejahatan makin meningkat....?
Jika kita merenungkan semua itu secara mendalam, jelas akar permasalahannya adalah karena asas kehidupan yang diterapkan saat ini adalah sekularisme-sebuah keyakinan dasar yang menyingkirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dalam hal ini, Pancasila sendiri hanya sekadar falsafah hidup, yang kini cenderung menjadi simbol semata. Faktanya, apa yang disebut dengan "Ekonomi Pancasila" atau "Demokrasi Pancasila", misalnya, yang diharapkan bisa mengatur kehidupan ekonomi dan politik masyarakat, sesungguhnya tidak pernah ada, baik secara teori apalagi praktik. Kenyataannya, sistem aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat adalah aturan-aturan yang bersumber dari sistem Kapitalisme-sekular yang bercirikan liberalisme, individualisme, dan pragmatisme, serta jauh dari nilai-nilai Islam dan aturan-aturan Allah SWT.

Konsepsi Tauhid dan Nilai-Nilai yang Dikandungnya
Secara teologis, prinsip tauhid adalah tidak boleh membeda-bedakan,menyubordinasi, membeda-bedakan manusia dengan latar belakang sosial dan budaya apa pun. Tauhid sering dimaknai hanya sebagai hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi sebetulnya ada hubungan horizontal antarmanusia. Epistemologinya, Tuhan seakan-akan tempat menjustifikasi semua masalah atas nama Tuhan. Dasar pemikirannya? Al Quran. Justru monoteisme Islam sangat membebaskan, tidak boleh ada pandangan yang menyatakan dirinya lebih besar dan lebih benar dari yang lain. Yang paling benar hanya Tuhan. Manusia yang memiliki keistimewaan, kelebihan, terhormat, yang dekat dengan Tuhan adalah siapa saja yang memiliki komitmen pada penegakan kemanusiaan, yang melihat manusia sebagai makhluk Tuhan yang harus dihormati sebab Tuhan juga menghormati manusia. Refleksi sosialnya harus begitu. Itu konsekuensi logis prinsip tauhid pada tataran sosial kemanusiaan.
Semua karakteristik dan kualitas yang mutlak harus dimiliki oleh sebuah konsepsi yang baik tentang alam semesta, dimiliki oleh konsepsi tauhid. Konsepsi tauhid merupakan satu-satunya konsepsi yang memiliki semua karakteristik dan kualitas ini. Konsepsi tauhid merupakan kesadaran akan fakta bahwa alam semesta ada berkat suatu kehendak arif, dan bahwa sistem alam semesta ditegakkan di atas rahmat dan kemurahan had dan segala yang baik. Tujuannya adalah membawa segala yang ada menuju kesempurnaannya sendiri. Konsepsi tauhid artinya adalah bahwa alam semesta ini "sumbunya satu" dan "orbitnya satu". Artinya adalah bahwa alam semesta ini "dari Allah" dan "akan kembali kepada Allah".
Segala wujud di dunia ini harmonis, dan evolusinya menuju ke pusat yang sama. Segala yang diciptakan tidak ada yang sia-sia, dan bukan tanpa tujuan. Dunia ini dikelola dengan serangkaian sistem yang pasti yang dikenal sebagai "hukum (sunnah) Allah." Di antara makhluk yang ada, manusia memiliki martabat yang khusus, tugas khusus, dan misi khusus. Manusia bertanggung jawab untuk memajukan dan menyempurnakan dirinya, dan juga bertanggung jawab untuk memperbarui masyarakatnya. Dunia ini adalah sekolah. Allah memberikan balasan kepada siapa pun berdasarkan niat dan upaya konkretnya.
Konsepsi tauhid tentang dunia ini mendapat dukungan dari logika, ilmu pengetahuan dan argumen yang kuat. Setiap partikel di alam semesta ini merupakan tanda yang menunjukkan eksistensi Allah Maha Arif lagi Maha Mengetahui, dan setiap lembar daun pohon merupakan kitab yang berisi pengetahuan spiritual.
Konsepsi tauhid mengenai alam semesta memberikan arti, semangat dan tujuan kepada kehidupan. Konsepsi ini menempatkan manusia di jalan menuju kesempurnaan yang selalu ditujunya tanpa pernah berhenti pada tahap apa pun. Konsepsi tauhid ini memiliki daya tarik khusus. Konsepsi ini memberikan vitalitas dan kekuatan kepada manusia, menawarkan tujuan yang suci lagi tinggi, dan melahirkan orang-orang yang peduli. Konsepsi ini merupakan satu-satunya konsepsi tentang alam semesta yang membuat tanggung jawab manusia terhadap sesamanya menjadi memiliki makna. Juga merupakan satu-satunya konsepsi yang menyelamatkan manusia dari terjungkal ke jurang kebodohan.

Membumikan Nilai-Nilai Ketauhidan dalam Berbagai Aspek Kehidupan
Menuju Masyarakat Madani mungkin merupakan impian setiap rakyat yang akhirnya mewakili impian suatu negara. Ada 3 komponen dalam masyarakat madani yaitu Pertama, agama sebagai sumber, Kedua, peradaban sebagai prosesnya, dan Ketiga, masyarakat kota adalah hasilnya.Sehingga suatu masyarakat madani akan tercipta jika ada relasi antara agama, peradaban dan perkotaan.
MM hanya dapat menjadi mantap apabila kita meneruskan deregulasi, mengambil tindakan untuk memantapkan keterbukaan dan berhasil mewujudkan negara hukum. Sekarang kita dapat melihatnya dengan lebih prinsipil. MM karena merupakan kehidupan sosial yang berdasarkan dinamika sendiri secara hakiki harus bebas secara internal. Artinya, dinamika-dinamika yang ada dalam masyarakat tidak boleh ditindas, diregulasi, dipotong berdasarkan apriori-apriori ideologis dsb.
Lebih terinci, masyarakat itu di satu fihak harus menjamin kebebasan segenap warga masyarakat, individual dan kolektif, untuk mewujudkan kehidupan menurut cita-cita mereka sendiri, asal tidak mengintervensi saudara, tetangga, komunitas, kelompok dan golongan lain. Hak-hak asasi manusia perlu dijamin dan menjadi ukuran toleransi kehidupan bersama. Di lain fihak kehidupan bersama harus didukung oleh suatu konsensus dasar, konsensus tentang nilai-nilai yang mendasari kehiudpan bersama sebagai bangsa (contoh: Pancasila).
Hal itu berarti dua. Pertama, MM tidak mengatur nilai-nilai, cita-cita, keyakinan-keyakinan para warganya. Adanya MM berarti bahwa ia tidak memerlukan negara untuk menjadi sandaran moralitasnya. Ia memilikinya sendiri - dan pada umumnya secara pluralistik karena MM terdiri atas komunitas-komunitas dengan tradisi-tradisi lokal dan sosial sendiri-sendiri, dengan cerite- ceritera kecilnya masing-masing. Keluar hal itu berarti maksimum toleransi. Ke dalam itu berarti; masing-masing kelompok mantap dalam identitasnya. Yang diatur oleh negara - dalam hukum - adalah kepentingan-kepentingan utiliter dan pragmatis bersama, presis apa yang memang menjadi raison d'etre (dasar eksistensi) negara.
Tetapi, kedua, suatu masyarakat hanya dapat meruipakan kesatuan politis apabila memiliki suatu tandon nilai bersama, di antaranya apa yang disebut keyakinan dan keutamaan 'republika" (Ch. Taylor 1989), yaitu keterlibatan pada negara sendiri dan kesediaan untuk seperlunya berkurban demi negara bersama itu. Tetapi perlu diperhatikan: keyakinan kebersamaan dalam MM majemuk justru dapat tinggi apabila (dan hanya apabila) masing-masing warganya merasa utuh dalam identitas dan kebebasan untuk mewujudkan kehidupan menurut cita-cita mereka sendiri.
Barangkali tidak selalu mungkin menghindari adanya hubungan-hubungan budaya yang hegemonikal, tetapi suatu dominasi pandangan moral-budaya tertentu mesti akan merusak negara itu, memperlemah MM secara kontinyu. Karena lalu negaralah yang harus menopang tatanan moral-kultural, jadi MM sudah tidak vitas lagi. Dengan lain kata, apabila MM mau didukung, transfer cita-cita ideologis, moral dan kultural hanya dapat dibenarkan apabila terjadi dalam suasana kebebasan dan berdasarkan daya tarik cita-cita itu sendiri.
Lantas timbul kembali pertanyaan, bagaimana caranya kita menuju ke sana ( baca : masyarakat madani ) ???
Setelah kita mengolah semua keadaan, kesalahan, keburukan di negara kita ini. Sesungguhnya, ada satu hal yang luput dalam masyarakat kita saat ini, yaitu semakin minimnya rasa kemanusiaan, peduli terhdap sesama, tidak ada lagi penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Sedangkan di sisi lain kita sebagai manusia beragama memahami konsepsi tauhid yang tidak hanya mengatur hubungan secara vertikal ( hubungan terhadap Tuhan ) tetapi juga hubungan secara horizontal ( hubungan sesama manusia ). Nilai-nilai tauhidlah yang coba kita bumikan ( baca : terapkan ) dalam kehidupan untuk menuju masyarakat madani.
Ajaran tauhid dalam konsepsi Nabi Mohammad erat kaitannya dengan perubahan sosial dari tatanan yang ekploitatif menuju tatanan yang berkeadilan. Namun, nampaknya kegagapan, serta kekakuan dalam mengkontekstualisakan teks yang membuat agama kehilangan substansinya dari semangat perubahan sosial.
Selama ini, elit keagamaan hanya sibuk dengan persolalan ritual-transendental semata, demi mencapai surganya Tuhan. Nampaknya, tidak ada lagi kesempatan masuk surga bagi kaum masakin, bodoh dan orang terbelakang, sebab kemiskinan yang menderanya membuatnya lalai menjalalankan perintah-Nya. Padahal, Robert N Bellah mengatakan bahwa agama adalah cara untuk memahami dunia, akan tetapi realitas yang terjadi justru elit agama lebih asyik berkencan dengan Tuhan. Sehingga marginalisi, eksploitasi kemanusiaan oleh kelas dominasi tidak lagi dimaknai sebagai pengingkaran dari pesan-pesan agama.
Mestinya, marginalisai dan penindasan dijadikan prioritas bagi elit keagamaan untuk melakukan perubahan dengan semangat iman dalam bentuk amal. Hal ini sesuai dengan anjuran Tuhan untuk selalu berlomba-lomba dalam kebajikan. Keshalehan personal terhadap Tuhan tidak akan mampu membendung arus penindasan dan marginalisasi oleh kelas dominasi. Sejatinya, keshalehan ini diwujudkan dalam interaksi dan sistem sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Jika agama tidak menjadi sumber perubahan, maka agama hanya menjadi sesuatu yang formal tanpa memiliki makna yang signifikan dalam kehidupan manusia, bahkan lebih tragis, secara lambat laun agama akan ditingalkan oleh penganutnya.
Agama lahir bukan diruang hampa, kelahiran agama sebagai respon dari realitas sosial yang menindas. Maka pradoks, ketika orang yang mengaku taat beragama justru mengingkari pesan agama. Secara historis agama hadir untuk memerangi ketidakadilan yang dilakukan oleh kelas penguasa. Seperti halnya agama yang dibawa Musa as, ini tidak lain semata-mata untuk menggugat dan memerangi ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan Fir’aun terhadap rakyatnya.
Begitu juga dengan Islam, kiranya "rahmatal lilalamin" tidak akan berarti ketika tidak mampu memecahkan persoalan kemanusiaan. Inipun menjadi ahistoris dari kelahirannya, karena agama yang dibawa Nabi Mohammad hadir ditengah-tengah realitas sosial yang timpang dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan. Maka, keterlibatan agama dalam ranah sosial-politik menjadi mutlak adanya khususnya nilai-nilai ketauhidan yang diajarkan di dalamnya.

Penutup
Corak kehidupan di negara kita ini telah melunturkan nilai-nilai tauhid yang diajarkan oleh Islam. Kehidupan yang penu keharmonisan, toleran, menghargai hak-hak asasi manusia, tidak saling menindih sesama saudara, saling menghargai kepentingan tidak lagi mewarnai kehidupan di negara tercinta ini.
Tauhid yang diajarkan oleh Islam yang meliputi hubungan vertikal dan hubungan horizontal sekarng ini mengalami degradasi. Karena apa yang kita liht sekarang ini seolah-olah nilainilai tuhid hanya dititikbratkan pad hubungan vertikal dan mengbaikan hubungan horizontal. Hal ini mungkin beranjak dari ketidakpahaman atau kurang membuminya nilai-nilai ketauhidan utama yang mengatur hubungan horizontal yakni hubungan sesama manusia.
Semua konflik atau permasalahan yang ada di negara kita ini, intinya merupakan akibt dari semakin terkikisnya rasa peduli dan rasa kemanusiaan. Ini yang hilang dari masyarakat kita.
Olehnya itu dengan membumikn nila-nilai ketauhidan secara komprensif di berbagai aspek kehidupan, kiranya dapat membuka jalan bagi masyarakat kita menuju masyarakat madani.
Merasa kasihan tanpa berbuat sesuatu adalah
Suatu kemewahan yang tak berguna
Kalau benar perasaan itu murni,
Orang harus membantunya,
Apakah dengan pikiran, perbuatan, ataukah pertolongan !!!























SeLaNgKaH dr Titik KriTis...

MEMAKNAI SELANGKAH PERJUANGAN HMI DARI TITIK KRITIS
SEBAGAI MODAL DALAM MEMBERIKAN KONTRIBUSI
DI ERA TRANSISI INDONESIA


Pengantar
Indonesia saat ini tengah berada dalam masa transisi. Hal ini tidak hanya meliputi satu sektor kehidupan saja tetapi mencakup berbagai sektor kehidupan. Sebagai dasar pemikiran bahwa kehidupan itu dinamis, dan istilah perubahan selalu menghiasi perjalanan kehidupan tersebut.
Jika dianalogikan, kehidupan tidak lain sebagai rangkaian berjalan dari beriru-ribu bahkan berjuta-juta titik, dimana hubungan antara satu titik dengan titik yang lain terdapat sekat yang kemudian kita istilahkan sebagai zone peralihan atau transisi.Seperti halnya dengan kondisi kehidupan Indonesia saat ini yang tengah berada di masa transisi pada berbagai sektor kehidupan.
Kini usia reformasi sewindu lebih, namun ”Era transisi tak kunjung berakhir ”. Setelah sembilan tahun reformasi ( 1998-2007) namun tak ada perubahan yang berarti di negara ini. Tentunya terbesik satu tanya dalam hati, ” apa yang salah di negeri ini ? ”
Sedangkan di sisi lain, berbagai bentuk perjuangan dari orang-orang Indonesia khususnya kita sebagai generasi penerus bahkan yang tergabung dalam ORNOP-ORNOP semakin memudar. Kembali hati ini bertanya, ” apa yang salah dari mereka ? ”
Jangan sekedar bertanya, tapi gelisahlah dengan mulai melangkah. Tak ada gunanya jika hanya berjalan di tempat sambil menjadi penonton yang setia di negeri sendiri !

• Sekilas tentang Nasib Bangsa
Di bidang ekonomi, misalnya, sejak krisis ekonomi tahun 1998 yang puncaknya ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto, lalu diikuti dengan naiknya Habibie sebagai presiden, yang kemudian digantikan oleh Abdurrahman Wahid, lantas Megawati, hingga SBY saat ini, praktis kehidupan masyarakat di negeri ini tidak mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Bahkan, boleh dikatakan, kondisinya semakin memburuk. Jika BBM dijadikan patokan paling sederhana, kita melihat Pemerintah, dari berbagai rezim tersebut, ternyata tidak berdaya walau hanya sekadar membuat harga BBM bagi rakyat menjadi murah. Kita melihat harga BBM bukan semakin murah, tetapi semakin mahal dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1998, pada era Habibie, 1 Oktober 1998 mulai dijalankan kesepakatan Indonesia dengan IMF tentang penghapusan subsidi berbagai barang kebutuhan pokok, di antaranya BBM, yang dilakukan secara berkala tanpa batas waktu. Pada era Abdurrahman Wahid (2000) BBM naik: bensin naik 15%, minyak tanah naik 25%. Masih pada era Wahid (2001), BBM naik lagi: bensin naik 26%, minyak tanah naik 14,3%. Kemudian pada era Megawati (2002), BBM naik lagi: bensin naik 7%, minyak tanah naik 50%. Lima bulan kemudian, bensin naik lagi sebesar 9,4%. Masih pada era Megawati (2003), BBM naik lagi: bensin naik 16,7%, minyak tanah naik 3,4%. Terakhir, pada masa SBY, BBM naik lagi: bensin naik 32,6%. Beberapa bulan kemudian, BBM naik lagi dengan prosentase yang lebih besar: bensin naik 87,5%, minyak tanah 185,7%. (Kompas, 2/5/2006). Meskipun ditemukan cadangan minyak di Blok Cepu (yang diyakini merupakan cadangan minyak terbesar yang pernah ditemukan di Indonesia), yang berarti cadangan minyak melimpah, harga BBM tampaknya tidak akan pernah turun.Sebab, Blok Cepu sendiri pengelolaannya sudah diserahkan ke perusahaan asing, yakni ExxonMobile. Pemerintah sendiri, dalam hal ini Pertamina, hanya kebagian 45% keuntungan dari penambangan minyak di Blok Cepu itu.
BBM naik terus-menerus mungkin tidak terlalu menjadi masalah jika diikuti oleh daya beli masyarakat yang juga terus-menerus meningkat. Masalahnya, di tengah kenaikan harga BBM berkali-kali, daya beli masyarakat justru semakin menurun. Sudah banyak fakta, banyak masyarakat yang sekadar untuk membeli minyak tanah pun sudah tak mampu lagi. Jumlah orang miskin makin bertambah. Kasus gizi buruk dan kelaparan makin meningkat. Kenaikan harga BBM, yang katanya tidak memberatkan rakyat,ternyata 'berhasil' menambah jumlah orang miskin. Dengan kenaikan harga BBM bulan Maret 2005 saja, jumlah orang miskin telah bertambah sekitar 15% menjadi 65 juta orang. Angka pengangguran pun makin melambung; hingga saat ini mencapai lebih dari 40 juta orang.
Itu baru dalam bidang ekonomi. Belum lagi jika kita
membincangkan masalah keterpurukan Indonesia di bidang pendidikan, hukum, pelayanan sosial, kesehatan, moral, tingkat keamanan, dll. Karena itu, meski setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai Hari Kebangkitan, berbicara tentang kebangkitan tampaknya masih menjadi sesuatu yang 'mewah' bagi kita. "Indonesia Bangkit" tampaknya masih sebatas angan-angan dan mimpi. Sebab, jangankan berbicara tentang kebangkitan, sebagaimana bangsa-bangsa Barat saat ini yang mengalami berbagai kemajuan dan kemakmuran, untuk sekadar hidup layak saja kebanyakan masyarakat kita masih banyak yang kesulitan.
Jika memang Indonesia saat ini sudah dianggap final dan ideal: mengapa kehidupan rakyat Indonesia masih terpuruk; mengapa konflik (antaragama,
antarsuku, antar para pendukung calon kepala daerah dalam Pilkada, antara buruh dan majikan, dll) di tengah-tengah masyarakat masih sering terjadi; mengapa bumi Indonesia yang kaya-raya rakyatnya bergelimang dalam kemiskinan; mengapa masih banyak rakyat yang sulit mengecap pendidikan hatta sekadar pendidikan dasar; mengapa korupsi masih merajalela; mengapa kerusakan moral makin tak terbendung;
mengapa berbagai kasus perzinaan, pelacuran, dan pemerkosaan makin menjamur; mengapa tingkat kejahatan makin meningkat....?
Jika kita merenungkan semua itu secara mendalam, jelas akar permasalahannya adalah karena asas kehidupan yang diterapkan saat ini adalah sekularisme-sebuah keyakinan dasar yang menyingkirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Dalam hal ini, Pancasila sendiri hanya sekadar falsafah hidup, yang kini cenderung menjadi simbol semata. Faktanya, apa yang disebut dengan "Ekonomi Pancasila" atau "Demokrasi Pancasila", misalnya, yang diharapkan bisa mengatur kehidupan ekonomi dan politik masyarakat, sesungguhnya tidak pernah ada, baik secara teori apalagi praktik. Kenyataannya, sistem aturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat adalah aturan-aturan yang bersumber dari sistem Kapitalisme-sekular yang bercirikan liberalisme, individualisme, dan pragmatisme, serta jauh dari nilai-nilai Islam dan aturan-aturan Allah SWT.

• Dilema HMI - sebagai salah satu organisasi pergerakan mahasiswa- : Berubah atau Mati !!!
Kiprah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di pentas pergerakan mahasiswa pasca-reformasi nyaris tak terdengar lagi. Salah satu penyebabnya bersumber dari konflik internal yang memunculkan dualisme kepemimpinan di PB HMI selama dua periode kepengurusan --belum lagi berbicara soal HMI MPO.
Dampaknya sangat fatal: program kerja stagnan, konsolidasi organisasi macet, pikiran-pikiran cerdas kader mampet, dan kekuatan HMI sebagai pressure group semakin menghilang. HMI mengalami puncak disorientasi kronis. Bila tidak diobati akan menyebabkan kematian.
Kiranya sebuah momentum baik bila para kader HMI melakukan refleksi, kontemplasi, dan proyeksi untuk memperbaiki dirinya. Akar masalah meredupnya eksistensi HMI saat ini karena tidak mampu membangun paradigma baru di tengah dunia yang berubah. Kontekstualisasi HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam, kader, dan lembaga perjuangan dalam dinamika sosial politik maupun di dunia kampus, telah mengalami disorientasi nilai dan tidak sesuai dengan mission sacre HMI. Akibatnya HMI mengalami kejumudan berpikir dan kegamangan bersikap. Dengan kata lain, HMI dirundung krisis identitas. Kondisi ini memengaruhi manajemen organisasi yang unmanagable.
Di samping itu, faktor eksternal seperti budaya instan, hedonis, dan materialisme turut menyumbang timbulnya disorientasi perjuangan kader. Tangung jawab untuk membangun paradigma baru HMI itu tentu berada di pundak para pimpinan HMI, terutama di level Pusat. Namun kewajiban itu telah diabaikan. Akibatnya, para pimpinan HMI di tingkat provinsi (Badko), kabupaten/kota (cabang), maupun di kampus tingkat fakultas (komisariat) --sebagai ujung tombak perjuangan HMI-- tidak memiliki Garis Perjuangan HMI yang menjadi guidance gerakan.

• Titik Temu Antara Kondisi Indonesia Saat Ini dengan Perjuangan HMI
Melihat kondisi negara saat ini yang tengah berada dalam era transisi, maka hati nurani kita tersentuh untuk berbuat sesuatu minimal dengan merasa gelisah yang kelak akan menjadi spirit untuk berbuat dan mencari solusi. Utamanya kita sebagai mahasiswa yang sekarang ini didengung-dengungkan sebagai agent of change, controll of social hendaknya mulai menyingsingka lengan baju untuk berkiprah di kancah perjuangan masing-masing. Mengingat bahwa kita ingin bangkit dari segala keterpurukan yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini, namun kembali kita bertanya, ” Dari mana kit a mulai ? ”
Pada dasarnya kebangkitan bangsa-bangsa di dunia dimulai dari kebangkitan taraf berpikir. Kebangkitan atau ketinggian taraf berpikir manusia tentu ditentukan oleh pijakan berpikirnya, yakni akidahnya. Akidah itu sendiri dimaknai sebagai pemikiran yang menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan ini; juga tentang hubungan ketiganya dengan keadaan sebelum dan sesudah kehidupan dunia ini. Pemikiran tentang semua itu akan mengantarkan pada suatu pertanyaan: Darimana manusia berasal? Untuk apa manusia hidup di dunia ini? Lalu kemana
manusia menuju setelah meninggalkan kehidupan dunia ini? Jawaban yang benar atas ketiga pertanyaan di atas inilah yang akan menjadi tonggak kebangkitan hakiki manusia. Dengan kata lain, kebangkitan yang hakiki hanya mungkin diraih ketika manusia menyadari bahwa mereka berasal-atau diciptakan oleh-Allah; bahwa mereka lahir ke dunia untuk beribadah kepada-Nya dengan cara mengikatkan diri pada semua aturan-Nya; dan bahwa setelah meninggalkan dunia ini mereka akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan seluruh amal perbuatannya ketika di dunia. Itulah akidah atau keyakinan mendasar yang diajarkan oleh Islam kepada umatnya. Sebagai konsekuensi dari akidah Islam semacam ini, Islam juga telah mengajari manusia untuk-dengan kesadaran penuh-melaksanakan secara murni dan konsekuen seluruh syariat Islam dalam segala aspek kehidupan. Hanya dengan cara itulah umat Islam akan dapat meraih kebangkitan yang hakiki dan gilang-gemilang, sebagaimana pernah dibuktikan selama berabad-abad pada masa lalu. Hanya dengan itu pula umat Islam dapat meraih kemaslahatan dan rahmat dari Allah.
Awal kebangkitan itu sejalan dengan tujuan HMI, sehingga yang harus dilakukan sekarang adalah mempertegas perjuangan HMI. Meskipun kenyataan yang kita lihat sekarang bahwa HMI mulai mengalami kemunduran bahkan berada dalam titik kritis ”hidup atau mati”, namun belum ada kata terlambat bagi kader HMI untuk mulai melangkahkan kaki meskipun selangkah dan memaknainya dengan memberikan sumbangsih untuk pencerahan Indonesia.
Harus kita yakini bahwa nilai intelektualitas HMI tidaklah mati. Ia masih melekat dalam diri kader HMI. Hanya saja potensi kader tidak terkelola dengan baik karena manajemen kepemimpinan organisasi yang amburadul. Akibatnya, output training yang seharusnya mencetak kader HMI sebagai seorang Muslim Intelektual Profesional (MIP) belum terukur efektif. Mutiara intelektualitas HMI terendam lumpur hitam.
Oleh karena itu, kebijakan sistem pengkaderan mesti ideologis, visioner, termonitor, dan kontekstual dengan tuntutan arus modernitas. Kultur intelektualitas HMI mesti direkayasa agar tumbuh dan teraktualisasi secara massif.
Terciptanya kesadaran kolektif dari pimpinan HMI untuk membangun paradigma baru, meskipun masih verbalistik, ibarat angin yang membawa perubahan bagi kehidupan baru HMI. Membangun common sense antarkader akan menjadi sumber energi dalam melakukan perubahan internal. Bagi HMI, berubah adalah suatu kewajiban. Sebab bila tidak, HMI akan mati dan tertelan zaman.
Untuk kembali mengepakkan sayapnya, HMI hendaknya mempertegas perjuangannya dengan melakukan :
Pertama, program fakultatif/spesialistik yang diorientasikan pada peningkatan kualitas akademis mahasiswa. Misalnya membentuk kelompok kajian keilmuan berdasarkan fakultasnya masing-masing.
Kedua, program holistik yang diorientasikan pada peningkatan kualitas intelektual dan leadership. Misalnya membentuk study club atau program sekolah aktivis. Ketiga, program rekreatif yang diorientasikan pada penyaluran hobi. Misalnya di bidang olah raga, sastra dan seni musik, pers, pencinta alam, dan lainnya.
Dengan terealisasinya langkah di atas, setidaknya HMI dapat melangkah dan meninggalkan titik kritis yang dikhawatirkan oleh banyak pihak utamanya kader HMI itu sendiri sekaligus dapat memberikan kontribusinya di area kampus sebagai tempat berkiprahnya HMI terhadap kondisi Indonesia saat ini.

Penutup
Era transisi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, menjadi sebuah tantangan bagi Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) sebagai salah satu organisasi kemahasiswaan yang tak diragukan kemampuannya mencetak kader-kader intelektual. Tantangan itu makin dirasakan setelah harus menerima kenyataan bahwa HMI saat ini berada pada titik kritis antara ”hidup atau mati ”.
Dari pimpinan hingga kader HMI hendaknya gelisah akan kondisi Indonsia saat ini ditambah lagi kepakan sayap dari orang-orang HMI yang tidak lagi terlihat. Inilah saatnya bagi HMI untuk menjawab kegelisahan yang dirasakan dengan mulai mengepakkan sayapnya, dan mempertegas perjuangannya. Kampus merupakan arena tempat berkiprahnya HMI sehingga untuk memulai perjuangannya harus dimulai dari kampus pula.
Kita harus meyakini bahwa posisi HMI adalah sebagai organisasi yang diharapkan melahirkan output Muslim Intelektual Profesional ( MIP ), dan ini sejalan dengan langkah awal kebangkitan bangsa Indonesia melalui kebangkitan taraf berikir.

Dengan demikian, selangkah perjuangan HMI dari titik kritis itu, begitu bermakna bagi kebangkitan bangsa Indonesia di era transisi sekarang ini khususnya dalam peningkatan taraf berpikir.












Tuesday, June 5, 2007

KATAKANLAH KAWAN…….

Katakanlah Kawan…..
Jika kemarin...
Lidahku ini membuahkan ucapan
yang telah menggoreskan luka di hatimu......
Tingkahku tak seperti yang kau harap dariku
Dan janji-janjiku t’lah membuatmu menanti.......



Katakanlah Kawan......
Jika sekarang.....
Aku tidak lebih baik dari aku yang kemarin...
Katakan pula kawan.....
Sesungguhnya aku yang seperti apa yang kau inginkan ????
Aku yang Sanguinis kah ?
Aku yang Koleris kah ?
Aku yang Plegmatis kah ?
Atau.....
Aku yang Melankolis kah ?


Coba katakanlah kawan !!!!
Agar aku tahu bagaimana idealnya aku menurutmu...
Bukannya ingin membentuk pribadi ”aku”
Seperti yang kau mau...
Hanya saja.....
Kuingin tahu seberapa besar pengaruh ”aku” padamu
Selama ini............


Dulu......
Kupernah bercerita padamu....
Tentang pribadi ”aku” yang kuinginkan.....
Dan Kelak......
Jika aku t’lah menjadi ”aku” yang kuinginkan
Begitupula ”aku” yang ideal menurutmu...
Tak usah berkata-kata kawan....
Cukup, tepuk pundakku dan berikan senyum manismu untukku..........




NALURI HIJAU HITAMKU KEMBALI MEMBUNCAH

Saya masih ingat...
Momen-momen tertentu, yang membuat naluri hijau hitamku rasanya membuncah.....

Saat itu, awal tahun 2006.... Saya mengikuti Basic Training HMI... Sebenarnya tak ada rencana untuk ikut, tapi karena rasa penasaranku yang mungkin terlalu berlebihan, akhirnya saya duduk juga dalam ruangan yang kira-kira berukuran 5m x 4m, bersama dengan 16 orang lainnya, mendengar materi-materi yang yahh…cukup membuat kepala berputa-putar…… Sambil dengar materi, sempat saya berpikir, apa yang saya dapat dari sini ya ??? Yang diperbincangkan ini, kayaknya tidak penting !!!!


Tapi, akhirnya saya betah juga mengikuti semua materi.... Sehari setelah BASTRA... saya sempat merenung dan dari hasil perenunganku melahirkan sebuah perasaan senang, seolah-olah saya mendapatkan sesuatu yang selama ini kucari..., akhirnya rasa itu kutuangkan lewat tulisan dan kutempel di papan hijau hitam. Dalam tulisan itu, ada kata-kata seperti ini ” DISINILAH KUTEMUKAN WARNAKU....”.. Kalau sekarang, saya refleksikan kejadian itu, mungkin itulah yang dinamakan NALURI HIJAU HITAM.... yang pertama kalinya membuncah....!!!

Tapi.... perasaan itu sempat tereduksi, akibat kurangnya kegiatan komisariat dan juga kesibukan kuliah yang hampir menguras seluruh tenaga dan perhatianku... Sampai pada akhirnya, seorang senior menawarkan saya untuk ikut Intermediate Training HMI....
Waktu itu saya merasa terlalu dini untuk ikut.... Bayangkan saja, saya baru 6 bulan ikut BASTRA.... Eh, ikut LK II lagi... !!! Tapi, bukan ASDA namanya, kalau ada peluang, ada ketertarikan sedikit ,ditambah lagi rasa penasaran yang berlebihan, truz tidak ikut....
Akhirnya ikut juga, waktu itu saya ikut LK II yang diadakan di BONE, ehm...kampung halamanku ca’ ....!!!!
Wahhhh.... menakjubkan... !!!
Dengar materi-materi yang dulunya melangit tapi sewaktu ikut kegiatan itu jadi membumi....!!!
Wahhhh...menakjubkan ...!!!
Bertemu dengan teman-teman dari komisariat dan cabang lain yang cerdas-cerdas !!!
Lebih menakjubkan lagi....
Ketika bertemu langsung dengan Sejarawan HMI , Agussalim Sitompul..
Serasa hidup di jamannya Lafran Pane, hehehe....
Akhirnya, setelah LK II itu, naluri hijau hitamku kembali menguat.......
Ada keinginan yang besar saat itu..., untuk berbuat banyak buat HMI.....
Pokoknya, kalau mau dibahasakan selepas LK II, ASDA jadi HMI bangettt !!!! hehehe..

Dan sekarang........
Tibalah saatnya pergantian pengurus komisariat....
Kak Ardiansyah Bahar, yang sering di sapa kak ARDI, akan mengakhiri masa jabatannya selaku KETUA HMI periode 06-07...
Artinya, akan ada KETUA baru......
Nahh, beberapa saat lalu, kami anggota komisariat memperbincangkan hal itu di danau UNHAS..........
Saat itu, kami angkatan 2005 yang hadir, ditanya tentang kesiapan untuk jadi pengurus berikutnya.... Dan kami ternyata sepakat SIAP untuk jadi pengurus.. Yang namanya, kepengurusan tentu ada yang namanya KETUA,
Nah... hal ini yang menjadi masalah kemarin, kader HMI di 2005 kurang, itupun kalau ada, kurang yang ingin memfokuskan perhatiannya di HMI, karena banyak organisasi juga di luar....
Sebenarnya saat rapat itu, mungkin saya yang paling gelisah....
Gelisah kenapa ???
Yah, gelisah memikirkan rumah keduaku....
Gelisah memikirkan dan mencari teman yang kira-kira siap jadi ketua komisariat berikutnya yang tentunya punya komitmen untuk membuat rumah keduaku tetap eksist..
Tapi.....tak kutemukan seorang pun........
Di sisi lain, saya merasakan adanya panggilan untuk memenuhi tanggung jawab saya sebagai satu-satunya kader di 2005 yang telah mengikuti LK II....
Mungkin rasa tanggung jawab itu juga, yang membuat saya saat itu melontarkan kata-kata ”Masa sih tidak ada di antara kita, angkatan 2005 yang bisa jadi ketua ???”...
Kalau mau mengorek-ngorek masa lalu....
Sebenarnya, sempat saya berpikiran untuk menjadi Ketua Komisariat...
Bukan, karena ingin punya jabatan, tapi selalu saja ada keinginan kuat untuk berbuat banyak buat HMI, dan mungkin ketika jadi ketua, saya bisa menginisiasi semua itu....
Tapi.... Kembali ada keraguan, ketika mengingat kodratku sebagai seorang wanita yang masih terbatasi oleh aturan dan adat, yang tentunya tidak membenarkanku untuk keluar malam( misalnya; menghadiri bastra komisariat lain, atau rapat-rapat lain ) meskipun untuk tujuan yang baik.... Juga, saya sedikit merasakan adanya keraguan dari kakak-kakak seandainya yang jadi ketua itu AKHWAT, mungkin....????!!!!
Sulit rasanya, mempertahankan rasa MERDEKA yang kumiliki, ketika berada di tengah-tengah orang ( orangtua misalnya), yang tidak sepaham dengan kita tentang kemerdekaan itu. Apa ini namanya, saya belum merdeka sepenuhnya ???
Entahlah !!!!
Seperti itulah, pertarungan batin yang kurasakan saat itu........
Ternyata, akhir-akhir ini kusadari bahwa naluri hjau hitamku kembali membuncah...
Dan kusadari pula, ternyata selama ini Naluri Hijau Hitamku berfluktuasi juga...
Sepertinya, yang menjadi PR sekarang.....
Bagaimana membuat grafik naluri itu konstan, dari waktu ke waktu..........
Tapi, apa mungkin ????





Malam MingguKu......

Malam ini.........
Adalah Malam Minggu........
Malam, yang sering diagung-agungkan
Oleh remaja dan juga dewasa......
Malam, yang dianggap sakral
Malam, yang dianggap sebagai momen tepat untuk bersenag-senang.....
Oleh mereka yang seumuran denganku.....




Malam minggu....
Katanya ”malam yang panjang ”
Makanya tak heran, berbagai rencana tersusun rapi....
Untuk melewati malam itu....
Ada yang ke pantai......
Ada yang ke mall......
Ada yang pergi apel ke rumah ”P”

Tapi.......
Beda denganku......
Sejak menginjak usia remaja hingga hampir dewasa.........
Belum pernah rasanya.....
Melewati Malam Minggu, seperti mereka kebanyakan.......
Malam minggu itu.......
Sama dengan malam-malam yang lain.........
Menurutku, bukan malam minggunya yang spesial.......
Sehingga, kita harus bersenang-senang ke sana-sini........
Tapi......
Aktivitas yang kita lakukan di malam itu........
Yang bisa saja membuat malam itu menjadi spesial........

Malam minggu.....
Sering berlalu seperti malam-malam lainnya.......
Kerja tugas....
Baca buku...
Curhat di depan komputer...
Atau.......
Kalau lg tersadar.....
Kalau malam itu adalah malam minggu......
Sering kusempatkan untuk merenung.........
Melontarkan beribu-ribu pertanyaan buat diri sendiri.....
Yang terkadang tak habis-habis untuk dijawab.......

Entah sampai kapan...
Malam mingguku......
Terlewati seperti ini.....
Dan kenapa juga ku lebih memilih menikmati kesendirian di malam minggu
Ketimbang meng”iya”kan ajakan seseorang untuk keluar jalan....
Apa ada yang salah denganku ya ????
Apa malam minggu berikutnya, masih tetap sama ???




APA SALAHKU....?????

Kawan....
Memang tak mudah bagiku dan juga mungkin bagimu....
Untuk menerima keadaan ini........
Jangankan kita...
Orang di sekitar kita pun, tampaknya menyayangkan ....

Ujung-ujung kupingku, sering mendengar mereka berkata,
“ Kenapa harus seperti ini??”
” Apa tak ada solusi lain ?? “
“ Sayang s’kali.....!!! “
Uuuuhhhggg.....
Berat juga rasanya... menjelaskan apa yang terjadi pada kita pada mereka........
Tapi...
Kenapa rasanya lebih berat, menghadapi sikapmu akhir-akhir ini....
Apa kau lupa.....???
Keadaannya jadi berbeda, bukan hanya karena Aku, atau hanya karena Kau....
Tapi Karena KITA...........!!!!!!!!!!!!!
Kawan ....
APA SALAHKU ????
KENAPA SEAKAN-AKAN KAU JADI MUSUH BEBUYUTANKU ????
KENAPA TATAPANMU SINIZZZ ???
APA SALAH ????
JIKA KUCOBA UNTUK MEMILIH YANG TERBAIK MENURUTKU ???
BUKANKAH AKU MAKHLUK YANG MERDEKA ????
DAN KEMERDEKAANKU PUN....
RASANYA TAK MENGORBANKAN KEMERDEKAANMU ???
IYA KAN ???

Kawan....
JAWABLAH...
JANGAN DIAM SERIBU BAHASA.... !!!!!!!!







RASA INI

Bila kuberlalu di tempat itu...
Aku jadi ingat kamu...
Bila ku dengar senandung lagu cinta...
Aku juga ingat kamu....
Bila selularku berdering...
Lagi-lagi aku ingat kamu...


Ah....
Rasanya otakku penuh tentangmu...
Itupun yang membuatku sadar...
Ternyata, rasa itu masih wujud di hati dan pikirku...

Jikalau Tuhan menitip kau untukku...
Kau akan jadi milikku dengan hati yang berbalas...
Rasa ini tak boleh dipaksa... tapi perlu kau tahu...
Kau akan tetap di hati...
Meski dia masih membelenggu hatimu....
Entah sampai kapan....!!!!!





Ehm... !!!!

ASAKU
Ada asa yang terpendam jauh.....
Di dasar hati...
Yang kian hari...
Kian tereduksi oleh sang waktu.....

Namun.....
Selayaknya kau tahu ....
Bahwa asa itu tak sampai pupus dan
Menghilang begitu saja di dasar hati....
Karena akan tetap tersisa...
Meski itu hanya serpihan-serpihan asa........





Kunanti Kau.....

Beberapa saat lalu …
sempat kau titip rindu untukku
menjadikanku dengan hati yang berbalas...

Sempat bahkan selalu saja..
Kau jadi topik utama
Acapkali kumenggoreskan penaku di atas lembaran putih


Bahkan inbox di selularku pun penuh dengan pesanmu...
Tapi...kenapa sekarang..
Terkadang kau hadir dan menghilang sesuka hati..
Ah...
Kau sama saja dengan cuaca saat ini..
Kadang mendung.... kadang cerah...
Meski seperti itu...
Ku masih menanti kau kembali hadir...
Bukan hadir dan kemudian menghilang...
Tapi...hadir dan tetap selamanya disini bersamaku....
Menjadikan hati yang saling berbalas.....